Thursday, July 30, 2009

Aksi Mikail Jakson



Kematian Michael Jackson, tentu saja telah menjadi sorotan di pelosok dunia, terutama bagi mereka yang mengandrunginya. Fans berat Michael tidak segan-segan merogoh isi kantongnya dalam-dalam, hanya untuk menyaksikan prosesi pemakamnya, yang tentu saja dihadiri oleh selebritis dunia terkenal yang menjadi sahabat Michael Jackson semasa hidupnya.

Konser-konser akbar diselenggarakan dimana-mana, seolah-olah ingin menghidupkan kembali masa-masa kejayaan sang Idola di balantika musik Pop Dunia, bahkan saking nge top nya (mungkin Noordin M Top, masih kalah ngetop), Michael Jackson mandapat julukan "King Of Pop", king kedua di dunia musik setelah "King Of Dangdut" Rhoma Irama.

Jackson-jackson palsu bermunculan, seolah-olah mendapat kesempatan untuk kembali naik panggung, setelah lama menggantungkan masker dan sarung tangannya, akibat sang idola, lama tidak muncul di dunia panggung. Media massa dan telivisi memberikan porsi pemberitaan dan jam tayang yang bisa melebihi pemberitaan Manohara. Hanya berita Politik saja barangkali yang dapat mengalahkannya.

Nah Jakson yang ini berbeda, namanya Mikail Jackson, bukan orang terkenal apalagi selebritis dunia, dia hanyalah orang biasa, tapi kecintaannya kepada Michael Jackson tidak kalah dengan orang-orang. Coba saja simak tampilan Video ini, beginilah caranya Mikail Jakson menumpahkan rasa haru dan kengennya pada Sang Idola, jauh dari kemegahan dan meriahnya panggung, hanya di sebuah peron KRL (Kereta Rel Listrik) di Depok Lama, sinar matahari yang menyengat sebagai ganti gemerlapnya lampu-lampu panggung, teriakan pedagang asongan dan gemuruhnya suara KRL yang sedang transit, pengganti kemeriahan penonton dan penggemar yang mengelu-elukannya. Seolah-olah tidak perduli dengan sorotan berpuluh-puluh penumpang KRL yang sedang menunggu di dalam gerbong kereta, Mikail terus saja bergoyang, serasi dengan musik dan lagu Michael Jackson yang asli, yang diputr lewat DVD player dari pedangan DVD bajakan yang ada di dekatnya.

Sayang sekali,saya tidak dapat menyimak akhir dari goyangan sang Mikail ini, karena KRL mulai bergerak meninggalkan stasiun, dan perlahan-lahan lagu billie jean semakin lama semakin menghilang.

Malapetaka Memang Belum Berakhir

Ketika dunia politik gunjang-ganjing akibat keluarnya putusan MA yang membatalkan keputusan KPU dalam penentuan perhitungan kursi tahap kedua, kini dunia hukum kembali akan menjadi sorotan masyarakat beberapa hari ke depan, pasalnya adalah dibatalkannya keputusan yang membebas Prita Mulia Sari lewat keputusan sela Pengadilan Negeri Tangerang oleh Pengadilan Tinggi Banten tanggal 25 Juni lalu, alasan pembatalan adalah karena adanya perbedaan tafsir terhadap masa berlakunya Undang Undang ITE (Informasi Transaksi Elektronik).

Sebelumnya, melalui putusan selanya, pengadilan Negeri Tangerang telah membebaskan Prita Muliasari dengan pertimbangan bahwa UU ITE yang menjadi dasar penuntutan terhadap Prita belum berlaku secara efektif karena harus menunggu dua tahun sejak UU tersebut disahkan, namun dalam putusannya Pengadilan Tinggi Banten menyatakan bahwa UU ITE tersbut sudah berlaku sejak disahkan. Akibat adanya pembatalan maka tuntuan jaksa sebelumnya dianggap berlaku kembali.

Bagi Prita sendiri, yang baru saja sebulan menghirup udara bebas setelah sempat menginap di tahanan kepolisian, kini harus berhadapan kembali dengan persidangan, adanya pembatalan tersebut harus siap-siap menghadapi persidangan yang pasti akan sangat melelahkan, dan akan banyak waktu tersita.

Bagi saya sebagai orang yang awam dalam bidang hukum, terlepas dari siapa yang salah dan siapa yang benar, kedua kasus di atas menambah daftar panjang yang menunjukan bahwa belum adanya kepastian hukum di Indonesia. Dengan adanya penafsiran yang berbeda terhadap undang-undang diantara lembaga penegak hukum setingkat atau dengan lembaga di atasnya, menunjukkan masih rendahnya kualitas penegak hukum kita.

Proses pembuatan undang-undang juga dapat menjadi penyebab lemahnya penegakan hukum di negara kita. Diduga sebagaian besar undang-undang disusun dan di buat hanya untuk target jumlah saja, dengan mengabaikan kualitas. Sehingga produk yang dihasilkan wajar saja kalau akhirnya bisa menimbulkan penafsiran yang berbeda. Sebagai contoh misalnya banyak keputusan KPU yang kemudian dibatalkan, baik oleh Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi.

Dalam kasus Prita ini saya berharap, pengadilan dapat menjalankan proses hukum yang seadil-adilnya, karena di samping mempertimbangan sisi kemanusian bagi Prita, juga keputusan yang dihasilkan akan menjadi preseden di masa yang akan datang, mengingat belum lamanya undang-undang ini disahkan.

Jadi apakah malapetaka ini sudah bereakhir ? Belum, malapetaka memang belum berakhir.