Thursday, July 30, 2009

Malapetaka Memang Belum Berakhir

Ketika dunia politik gunjang-ganjing akibat keluarnya putusan MA yang membatalkan keputusan KPU dalam penentuan perhitungan kursi tahap kedua, kini dunia hukum kembali akan menjadi sorotan masyarakat beberapa hari ke depan, pasalnya adalah dibatalkannya keputusan yang membebas Prita Mulia Sari lewat keputusan sela Pengadilan Negeri Tangerang oleh Pengadilan Tinggi Banten tanggal 25 Juni lalu, alasan pembatalan adalah karena adanya perbedaan tafsir terhadap masa berlakunya Undang Undang ITE (Informasi Transaksi Elektronik).

Sebelumnya, melalui putusan selanya, pengadilan Negeri Tangerang telah membebaskan Prita Muliasari dengan pertimbangan bahwa UU ITE yang menjadi dasar penuntutan terhadap Prita belum berlaku secara efektif karena harus menunggu dua tahun sejak UU tersebut disahkan, namun dalam putusannya Pengadilan Tinggi Banten menyatakan bahwa UU ITE tersbut sudah berlaku sejak disahkan. Akibat adanya pembatalan maka tuntuan jaksa sebelumnya dianggap berlaku kembali.

Bagi Prita sendiri, yang baru saja sebulan menghirup udara bebas setelah sempat menginap di tahanan kepolisian, kini harus berhadapan kembali dengan persidangan, adanya pembatalan tersebut harus siap-siap menghadapi persidangan yang pasti akan sangat melelahkan, dan akan banyak waktu tersita.

Bagi saya sebagai orang yang awam dalam bidang hukum, terlepas dari siapa yang salah dan siapa yang benar, kedua kasus di atas menambah daftar panjang yang menunjukan bahwa belum adanya kepastian hukum di Indonesia. Dengan adanya penafsiran yang berbeda terhadap undang-undang diantara lembaga penegak hukum setingkat atau dengan lembaga di atasnya, menunjukkan masih rendahnya kualitas penegak hukum kita.

Proses pembuatan undang-undang juga dapat menjadi penyebab lemahnya penegakan hukum di negara kita. Diduga sebagaian besar undang-undang disusun dan di buat hanya untuk target jumlah saja, dengan mengabaikan kualitas. Sehingga produk yang dihasilkan wajar saja kalau akhirnya bisa menimbulkan penafsiran yang berbeda. Sebagai contoh misalnya banyak keputusan KPU yang kemudian dibatalkan, baik oleh Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi.

Dalam kasus Prita ini saya berharap, pengadilan dapat menjalankan proses hukum yang seadil-adilnya, karena di samping mempertimbangan sisi kemanusian bagi Prita, juga keputusan yang dihasilkan akan menjadi preseden di masa yang akan datang, mengingat belum lamanya undang-undang ini disahkan.

Jadi apakah malapetaka ini sudah bereakhir ? Belum, malapetaka memang belum berakhir.

No comments: